Kamis, 16 Februari 2012

Ini Bukan Pilihanku


Diriku yang kerdil mungil ini.... dahulu tiada pernah berkeinginan terlahir sebagai yatim, terlahir sebagai piatu, terlahir sebagai anak orang tidak punya dan bukan keinginan kami memiliki orangtua yang berpisah dengan tidak baik sehingga seolah kmai ini tersia-siakan hidupnya. Semua itu, terjadi begitu saja tiada pernah kami minta, karena yang kmai inta adalah kebahagiaan hidup dan sukses di masa depan.
Ayah... betapa kami tiada pernah menyangka kau meninggalkan kami dengan begitu cepatnya, sebelum ku dewasa dan belum ku mengerti tentangmu ayah. Belum sempat kumengenalmu ayah.
Ayah? Siapakah engkau? Belum sempat ku bercumbu ria denganmu, kau telah jauh dariku. Namun meski dirimu jauh ayah... dan belum kutahu tentangmu, ku coba cari tahu siapa ayah. Sebagai bhaktiku padamu, teriring slalu sekuntum do’a untukmu usai sujud kecilku.

Ibu.... siapa ibu? Seperti apakah dirimu ibu? Sudahkah aku menegnalimu ibu? Sungguh... kawanku selalu bersama ibu, dipeluk dan dicium manja oleh ibu. Diriku? Hanya duduk termangu haru dan pilu, dimana ibuku? Siapa ibuku? Kemana ibuku? Di mana kudapat jumpaimu ibu? Heemmm, sungguh... aku rindu ibu, walau kadang belum ku mengerti siapa itu ibu. Sesosok ibu, yang kutahu adalah orang yang harus ku sangat berbakti padamu.
Ibu... bisakah kau melihat senyumku saat ini? Betapa ku ingin melihat ibu tersenyum kala ku bisa menulis, kala aku bisa membaca. Dan ingin ku katakan padamu ibu,  ibu.... ini nilaiku ujian, bagus bukaaaann? Lalu anganku ibu memeluk dan menciumiku haru.
Namun... itu semua tinggalah kenangan ibu, itu semua hanya anganku. Namun tetap saja, ku ingin sekali bisa merasakan itu, layaknya teman-temanku. Tuhan? Apa salahku? Dukaku terlalu dini.... ibu... oh ibu... meski belum ku mengenal pasti akanmu, namun dari nasehat yang ku dengar, kaulah orang yang wajib ku taati. Konon surga itu berada di telapak kaki ibu, sesuai dengan sabda nabi agungku, begitukah?
Ibu...  kiranya ku hanya bisa mengirimkan kuntum demi kuntum do’a yang semoga mewangikan peraduanmu. Membuatmu senyum, meski ku tak dapat melihatmu ibu.
Aaahh, itu suara sang yatim dan piatu, bagaimana denganku yang entah kemana ayah dan ibuku? Siapa ayah dan ibuku? Di mana mereka? Kenapa tidak memanjakanku? Kenapa aku hidup seperti ini? Ini bukan inginku.
Tuhan... hidupku tiada arah, siapa yang membimbingku? Kenapa ayah dan ibu tega padaku? Sedikit saja mereka tidak mau melirikku. Apa salahku? Aku tidak jahat kepada mereka? Aku tidak nakal? Tapi kenepa ayah dan ibu begitu? Seharusnya aku berada di pelukan kalian.
Baiklah ayah dan ibu, meski kau tinggalkan aku seorang diri, ku mencoba bakti padamu, ku diajarkan untuk berbakti kepada ayah dan ibu, untuk selalu patuh dan hormat. Namun kadang ku bingung harus bagaimana. Namuan, katanya aku bisa mendoakan kalian duhai ayah dan ibu.
Setiap saat, ku merindukan kalian, dan dalam rindu itu, bulir-bulir indah menetes, dalam tiap tetesan itu, semoga dapat menyejukkan hatiku yang panas karena rindu. Bait bait doa kupanjatkan untuk kalian, besar harapku, dewasaku kelak, dapat kujumpaimu ayah dan ibu, dalam kesuksesanku, supaya kalian bangga dan sayang padau, sehingga tak lagi kalian meninggalkanku.
Hidup sebagai yatim, piatu ataupun broken home, bukan pilihanku, tapi itu adalah kenyataanku. Allah... semoga kami kuat, mejadi anak yang sholih dan sholihah, berbakti, berguna bagi agama nusa bangsa dan negara. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translator

Total Tayangan Halaman